Sebagai social media specialist atau content marketer, kita (seenggaknya gue) semua pasti pernah ngalamin masa di mana mengukur keberhasilan sebuah campaign cuma dinilai dari hal-hal yang kelihatan ramai. Kayak seberapa banyak yang like, berapa ribu views-nya, atau seberapa sering komennya bilang “lucu bgt admin 😭”, “can relate”. Ya, itu nggak salah juga sih, karena itu memang metrik yang paling cepat kelihatan.
Tapi seiring waktu dan pengalaman, gue mulai sadar sesuatu: metrik yang TERLIHAT ramai dan oke belum tentu nunjukin kalau sebuah campaign tersebut bener-bener berhasil. Karena se-viral apapun kontennya, kalau nggak nyambung ke tujuan bisnis seperti nggak nambah leads, nggak ningkatin penjualan, atau bahkan nggak ngarahin orang buat klik apa pun, ya berarti ada yang kurang nyampe.
Kalau Gitu, Gak Usah Nyasar Awareness?

Gak gitu loh maksudnya. Bukan berarti metrik awareness itu salah. Jelas penting. Kalau orang nggak kenal brand lo, gimana mau beli? Tak kenal maka tak beli.
Tapi yang sering kejadian adalah: semua social media campaign objectivenya cuma awareness, dan itu diwajarin. Semuanya dianggap sukses karena reach-nya tinggi, likesnya banyak, komentarnya banyak, padahal dari reach yang tinggi itu, belom tentu ngebawa dampak dari sisi penjualan. Kayak nembak gebetan terus kabur gitu aja. Kesannya niat, tapi nggak ada tindak lanjut.
Iya, emang awareness itu tahap awal. Dia penting, tapi gak boleh sebagai tujuan akhir. Kalau awareness-nya udah dapet, tapi nggak dibawa kemana-mana, ya berhenti di situ aja dong?
Nggak heran kalau akhirnya data di dashboard kelihatan cakep, tapi angka penjualan tetap anyep. Kenapa? Karena nggak ada jembatan antara konten yang rame dan aksi yang nyata.
Makanya, penting buat nentuin dari awal: setelah orang tau brand kita nih, habis itu mau diapain? Disuruh klik link? Daftar? Beli? Atau cukup meninggalkan kesan “oh lucu juga ya brand ini”, “wah seru banget nih adminnya!”?
Kalau jawaban lo cukup meninggalkan kesan, ya bisa dibilang kita baru nyentuh permukaan doang.
Jangan Asal Awareness!

Gak ada yang salah sama bikin campaign yang tujuannya awareness. Tapi pastiin itu bagian dari rencana yang lebih besar dari sekadar awareness. Campaign yang impactful bukan cuma yang rame, tapi yang punya arah. Karena, bitter truthnya adalah, jumlah reach, likes, comment yang banyak bisa bikin senang sesaat, tapi bisnis nggak hidup dari itu doang.
Nah, dari sinilah akhirnya gue mulai kenal sama Return On Investment (ROI). Jadi, setiap effort atau usaha yang kita keluarkan, entah itu waktu, ide, tenaga, atau budget, semua harus bisa diukur impact-nya. Ada hitungannya mulai dari keluar berapa, effortnya apa, dan hasilnya berapa. Karena kalau enggak, kita akan terus muter di loop yang sama: sibuk, rame, tapi nggak jelas hasilnya. Repeat. Alias gak ada habisnya, tapi gak ngehasilin apa-apa dari sisi bisnis.
ROI Itu Bukan Cuma Jumlah Likes atau Komentar
Dulu, gue juga pernah mikir campaign itu sukses kalau angkanya kelihatan rame kok! Views berjuta-juta, likes ribuan, komentar banyak, bahkan kontennya sempat viral. Tapi makin ke sini, gue mulai belajar untuk ngelihat lebih dalam: dari semua interaksi yang datang, ada nggak yang beneran klik link? Ada yang nanya soal produk? Atau bahkan beli? Atau cuma berhenti di “kontennya seru aja”?
Karena ternyata keberhasilan campaign itu nggak bisa dan nggak boleh cuma dilihat dari angka yang kelihatan ramai aja. Bukan berarti kontennya harus langsung jualan terus yaaak. Nggak. Tapi penting banget buat tahu: di balik ide yang kreatif dan engaging, ada nggak arah yang jelas? Ada hasil yang bisa diukur? Karena kalau enggak, effort kita bisa berhenti cuma jadi angka yang enak dilihat, tapi nggak ngasih impact jangka panjang.
Gimana Cara Ngukurnya?
Karena gak mau cuma ngeliat metrics yang keliatan di permukaan aja, maka lu harus mengukur ROI-nya. Gimana caranya? Bisa pakai rumus ini:
ROI = (Pendapatan dari campaign – Biaya campaign) ÷ Biaya campaign x 100%
Misal lu bikin campaign dengan total biaya Rp5 juta (produksi konten, ads, tools, waktu tim), dan hasilnya menghasilkan penjualan senilai Rp15 juta. Berarti ROI yang didapatkan: (15 juta – 5 juta) ÷ 5 juta x 100% = 200% Artinya? Balik modal, dan mendapatkan keuntungan 2 kali lipat dari yang dikeluarin.
Tapi nih yaaa, jujur aja, ngitung ROI di social media itu emang nggak susah bener! Karena kenyataannya, perjalanan orang (user journey) dari lihat konten sampai akhirnya beli sekarang tuh panjang banget, dan seringnya nggak linear gitu aja kayak lihat → beli.
Kalau dari reportnya Google yaitu Decoding Decisions: Making Sense of the messy middle, user journey-nya tuh bisa aja jadi lihat → mikir → lupa → keinget lagi → riset → baru beli. Lihat konten di Instagram atau TikTok hari ini, simpan dulu, scroll lagi, terus balik lagi, bandingin sama brand lain, buka review di TikTok, nanya temen, terus baru deh beli via WhatsApp atau marketplace. Bahkan kadang belinya lewat jalur yang udah nggak bisa kita lacak sama sekali.
Nah, ini dia kenapa data social media kadang terlihat nggak “ngasih impact”, padahal kontribusinya ada, cuma prosesnya muter. Dan ini hal yang wajar, karena sekarang user journey makin kompleks.
Gabisa Diukur Dong Kalo Journey-nya Acak-acakan?
Eitssss. Siapa yang bilang gak bisa diukur? Bisaaaa!!! Tapi, dengan journey user yang sekarang makin panjang dan nggak bisa dilacak satu per satu, emang sebenernya jadi agak tricky. Tapi sebenarnya, masih ada cara-cara yang bisa kita lakuin kok! Even kalau tools yang dipunya terbatas! Hahaha
1. Gunakan UTM di Semua Link
Ini sederhana, mudah, dan harus dilakukan! UTM (Urchin Tracking Module) adalah potongan kode yang ditambahkan di belakang URL untuk bantu kamu lacak performa link yang disebarkan. Untuk tracingnya, bisa dilakukan lewat GA4. Bentuknya tuh kaya gini
Misal, website Sejesa.com ini, mau kasih UTM di artikelnya, biar bisa di-trace: https://sejesa.com/aksi-buzzer-jumbo-sebagai-rahasia-keberhasilan-film-jumbo/?utm_source=instagram&utm_medium=story&utm_campaign=buzzerIndonesia
Komponen UTM | Fungsinya |
---|---|
utm_source |
Asal trafiknya dari mana? Misal: instagram , tiktok , whatsapp |
utm_medium |
Medianya apa? Misal: story , feed , bio , dm , ads |
utm_campaign |
Nama campaign atau promonya apa? Misal: buzzerIndonesia |
Nantinya, di GA4 akan tercatat seperti ini.
- Source (Sumber) : Instagram
- Medium (Media) : IG Story
- Campaign (Nama campaign): buzzerIndonesia
Nah, jadi, setiap mau taro link di manapun itu, baik itu di bio, swipe up, button WhatsApp, atau caption, jangan lupa sisipkan UTM di setiap link-nya! Biar lu tahu klik itu datang dari mana, dan bisa mengukurnya. Misalnya, link datang dari IG Feed Post, IG Story, atau TikTok Organic Content, atau bahkan dari DM?
Jadi nanti di Google Analytics, kamu bisa tahu channel mana yang beneran ngasih traffic.
2. Perhatikan Naiknya Data Pas Campaign Mulai Running
Kalau emang nggak bisa tracking secara langsung, cara paling mudah dan cepat, namun kurang data based, itu bisa coba pantau lonjakan yang terjadi pas campaign jalan. Misalnya:
- Website visits tiba-tiba naik 2x lipat setelah konten viral
- Banyak orang nge-DM nanya harga setelah IG Story tayang
- Jumlah order via WhatsApp tiba-tiba rame sehabis publish video
Ini emang nggak bisa dibilang 100% akurat sih, tapi ini kalau kelonjakan itu terjadi setelah social media campaign running, bisa jadi indikasi bahwa campaign punya kontribusi ke performa bisnis.
3. Cek Sumber Traffic di Marketplace / Chat
Kalau emang jualan atau channel akhir untuk conversion itu lewat marketplace atau chat (WhatsApp, DM), coba tambahin pertanyaan kecil yang nunjukin leads itu asalnya dari mana dengan bikin custom message. Contoh
“Hai, saya dari video konten Memasak Brokoli yang ada di Instagram Reels. Saya ingin mengetahui tentang produk ini”
Dengan cara ini, bisa dapet data langsung dari pembeli tentang campaign atau channel mana yang paling ngaruh ke keputusan mereka. Ribetnya sih, harus hitung manual ya. Hahahaha
4. Lacak Metrik yang Sesuai Tahapan
Karena journey user panjang, jangan cuma lihat sales atau hasil akhir doang. Coba lihat juga metrik di tengah-tengah proses, kayak:
- Berapa banyak yang klik link bio?
- Berapa yang save atau share konten edukatif?
- Berapa yang nonton video sampe selesai?
- Berapa yang mulai tanya harga walau belum beli?
Lu bisa lihat, angka dari proses satu ke proses lainnya itu gimana. Metrik-metrik ini penting buat tahu apakah orang mulai tertarik dan engage, meskipun belum langsung konversi.
5. Gunakan Template Sederhana Buat Tracking Manual
Mencatat atau mendokumentasikan apapun yang terjadi saat campaign berlangsung adalah sebuah kewajiban yang HARUS dilakukan ketika running social media campaign, atau campaign apapun itu! Pastikan kamu punya trackingan mingguan untuk melihat performa campaign. Isinya bisa sesederhana:
- Campaign apa yang jalan minggu ini
- Platform mana aja yang dipakai
- Metrik apa yang naik (klik, komen, DM, leads, sales)
- Apa insight-nya? Apa yang bisa dicoba minggu depan?
Untuk bikin tracking kaya gini, gak sulit kok! Lu bisa gunain Google Sheet, terus masukin trackingannya, jadi deh!
Jadi, seberapa penting ROI di Social Media Campaign?
Jawabannya, ya penting banget! Karena di dunia bisnis, apapun yang keluar, itu harus dihitung efektivitasnya kayak apa. Kalau gak, dan asal bikin, malah bisa-bisa gak jadi apa apa.
Kita sama-sama tahu kan ya, kalau bikin konten itu gak gampang. Mulai dari ngumpulin ide, menyiapkan properti, produksi, revisi, sampe konten di-publish, itu semua mengeluarkan dan tentu menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya. Jadi, ya sudah seharusnya semua effort itu bisa diukur dengan jelas, apakah menghasilkan atau enggak?
Jadi, sebenarnya, fungsi dari mengukur ROI itu bukan sekadar buat laporan aja sih. Tapi buat bantu lu kerja jadi lebih bijak. Tau apa yang harus dilakukan untuk kedepannya. Jadi bisa tahu mana yang efektif, mana yang cuma kelihatan rame doang, terus lakukan perbaikan deh.
Nah, dari situ, pelan-pelan tapi pasti, nantinya kita bisa membuat social media campaign yang gak cuma menarik, tapi juga mendorong pertumbuhan bisnis itu sendiri.
Jadi, mulai sekarang berhenti ngerasa campaign kita udah oke cuma karena reach-nya tinggi atau views-nya banyak. Itu semua bisa jadi bagus… kalau emang tujuannya awareness saja.
Tapi kalau semua campaign selalu “dimaafkan” atas nama awareness tanpa ada arah lanjutannya, lama-lama kita cuma muter di tempat, dan bisnis akan susah untuk growth!
Cheers!