Di era yang apa-apanya udah serba digital, sebagai user atau pengguna, kita dihujani dengan berbagai jenis iklan di berbagai media sosial setiap harinya. Mulai dari iklan di Instagram, Facebook, dan TikTok. Para brand mencoba untuk menarik perhatian melalui promosi berbayar pada platform tersebut.
Namun, di tengah berbagai serbuan promosi berbayar, ada satu jenis promosi yang menurut gue sendiri gak akan pernah musnah, yaitu konten organic.
Kalau iklan bisa membuat penjualan secara singkat, agak sedikit berbeda dengan konten organik. Bukan karena organik gak bisa meningkatkan penjualan ya. Tapi, waktu yang dibutuhkan. Karena biasanya organic content tuh butuh waktu agak lebih lama untuk bisa sampai sana.
Jadi, apa itu konten organik? Apa saja jenis konten organik? Yuk bahas tentang konten organik!
Apa itu konten organik?
Kalau ngomongin soal konten organik, gampangnya sih, yaitu semua jenis konten yang dibagikan tanpa embel-embel promosi berbayar kayak iklan.
Biasanya, tujuan utamanya adalah buat membangun hubungan sama audiens, meningkatkan brand awareness, dan pastinya bikin engagement yang lebih natural antara brand dan konsumen.
Sebenernya, dari sisi distribusi, konten organik tuh mirip juga kayak iklan.
Bisa banget disebarkan di berbagai channel marketing kayak Instagram, Facebook, TikTok, bahkan website brand.
Nah, yang bikin beda itu caranya. Kalau iklan dibayar supaya dilihat banyak orang dalam waktu singkat, konten organik lebih fokus menyebar karena kualitas dan relevansinya.
Dan menariknya, konten organik itu juga macam-macam bentuknya.
Ada yang memang dibuat langsung dari brand, dan ada juga yang datang murni dari konsumen sendiri. Misalnya kayak review jujur, testimoni, atau konten buatan fans.
Jadi, ada apa saja dari konten organik?
1. User Generated Content (UGC)

UGC adalah konten yang dibuat oleh pengguna, konsumen, atau fans tentang suatu produk, layanan, atau brand. Bedanya dengan iklan biasa, UGC itu murni datang dari pengalaman nyata konsumen, bukan hasil endorse atau brief dari brand.
Contohnya? Review jujur di TikTok, review produk yang diupload ke Instagram, atau bahkan meme lucu tentang sebuah film kayak fenomena #buzzerJUMBO kemarin.
Kenapa UGC powerful? Karena orang lebih percaya rekomendasi dari sesama pengguna dibandingkan dari brand itu sendiri. Ini adalah bentuk konten organik yang secara alami membangun kredibilitas.
2. Word of Mouth (WOM)
WOM adalah promosi dari mulut ke mulut. Bentuk paling klasik dari konten organik. Bisa terjadi offline (cerita antar teman) atau online (review, tweet, thread).
Ketika seseorang merekomendasikan produk ke teman atau keluarganya karena beneran puas, efeknya jauh lebih kuat dibandingkan iklan. Karena trust-nya jadi tinggi banget. WOM seringkali mendorong keputusan pembelian tanpa perlu biaya marketing besar.
3. E-WOM (Electronic Word of Mouth)
Evolusi dari WOM di dunia digital. Semua interaksi online yang sifatnya rekomendasi, kritik, atau diskusi tentang brand atau produk masuk kategori ini.
Contohnya? Ulasan di Google Maps, komentar positif di forum, atau rating di marketplace. E-WOM memperluas jangkauan WOM, karena semua orang di seluruh dunia bisa baca pengalaman tersebut kapan aja.
4. Testimonial Organik
Testimonial organik biasanya berbentuk pujian atau review positif dari konsumen tanpa paksaan atau bayaran khusus. Biasanya lahir dari rasa puas yang tulus dari konsumen terhadap pelayanan/produk yang dibeli.
Misalnya, customer rumah makan yang ada di food delivery yang posting “Makanannya enak banget. Pengemasannya juga cepat, gak lama!” tanpa ada embel-embel paid partnership. Testimonial kayak gini lebih relatable dan dipercaya, karena terasa jujur.
5. Community Generated Content (CGC)
CGC adalah konten yang dibikin secara kolektif oleh komunitas atau fans dari suatu brand. Biasanya, brand menciptakan ruang atau trigger buat komunitas itu berkembang.
Misal: Sebuah brand sepeda membangun komunitas #GowesBareng, dan para anggotanya aktif posting foto, cerita perjalanan, tips bersepeda. Brandnya cuma memfasilitasi, tapi komunitas itu sendiri yang menciptakan arus konten organik melalui konten di berbagai media sosial yang dimiliki.
Di dunia serba instan kayak sekarang, kepercayaan itu sesuatu yang mahal, dan gak gampang diraih. Tapi, kepercayaan bisa dibangun lewat cerita, interaksi, dan pengalaman nyata.
Konten organik mungkin butuh waktu lebih lama buat tumbuh, nggak secepat paid ads yang sekali klik bisa langsung menyebar. Tapi sekali konten organik itu mengakar, dampaknya jauh lebih dalam dan tahan lama.
Orang tentunya akan lebih ingat cerita nyata yang mereka rasain, daripada sekadar tagline catchy yang lewat di timeline.
Hal yang perlu di-noted adalah membangun koneksi lewat konten organik itu investasi jangka panjang. Bukan cuma buat dapetin perhatian sesaat, tapi sesuatu yang lebih besar, yaitu buat memenangkan hati audiens selamanya.
Jadi, jangan remehkan kekuatan sederhana dari sebuah cerita yang tulus.
Karena di dunia yang cepat berubah, cerita yang jujur tetap jadi yang paling tahan lama.
Nah, kalau kamu butuh orang yang bisa menghubungkan brand dan audiens melalui konten organik, yuk kita kerja sama!